Kehadiran PDS (Partai Damai Sejahtera)


Menguak
Oleh: Ahmad Dumyathi Bashori User Rating: / 5
Tuesday, 09 March 2004
KEHADIRAN Partai Damai Sejahtera (PDS) dalam pemilihan umum tahun 2004 yang lalu menarik untuk dicermati. Bukan saja karena ia menjadi partai yang lolos verifikasi, namun ia menjadi partai yang menampung lebih kurang sembilan pendeta sebagai calon legislatif nomor jadi.

PDS memang bukan satu-satunya partai yang menampung pendeta, karena Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dan beberapa partai sekuler lain juga menampung 11 pendeta lainnya.

Kehadiran PDS dan representasi 20 pendeta di lembaga legislatif di masa depan harus dilihat dari kaca mata strategis-futuristik, agar tidak shock. Hal ini bukan karena deskriminatif dan ademokrasi, karena sepak terjang PDS dan representasi mereka bagian dari konsekuensi demokrasi yang telah disepakati oleh negara. Dalam hal ini, sebagai suatu keberhasilan gerakan Kristenisasi yang selama ini dilakukan secara agresif dan massif di nusantara.

Ketika membaca informasi yang diangkat oleh beberapa media Islam tentang Proyek Yusuf 2004, banyak di antara kita cuek, kaget dan kagum. Cuek karena sebagian di antara kita apatis terhadap persoalan yang dihadapi umat. Kaget karena berita dan rencana seperti ini belum terungkap secara luas seperti sekarang. Kendati bagi para Kristolog hal ini bukan hal yang baru. Karena ternyata menurut penuturan mantan biarawati, Hj. Irene Handoyo kepada Majalah Hidayatullah (Februari 2004) bahwa proyek tersebut sudah ditetapkan sejak 20 tahun silam. Oleh karena tingkat 'kerahasiaan' proyek, ia berhasil diwujudkan dengan mulus. Itu mendorong kekaguman sebagian orang karena gerakan Kristenisasi di nusantara ini menyusun strategi sedemikian rapi, terkoordinasi, efektif, melibatkan banyak elemen yang semuanya mendorong upaya Kristenisasi atau mencari "domba-domba" tersesat. "Mereka seperti gunung es," tutur Presdiium Forum Komunikasi Lembaga Pembina Muallaf.


Vatikan, Kerajaan Penuh Rahasia

Koordinasi gerakan Kristenisasi diyakini dikendalikan secara sentralistik oleh negara yang sangat rahasia. Tidak banyak dapat membongkar kerajaan misterius ini, kecuali sedikit sekali. Kebanyakan orang hanya mengetahui Vatikan hanya sebagai tempat dinas dan berdiamnya Paus Jahones Paulus II.

Padahal Vatikan dengan luas 44 hektar yang memiliki otoritas sentral, berpengaruh di dunia dan terkaya di dunia sangat menentukan dalam gerakan Kristenisasi global. Untuk itu seluruh Kardinal dan Uskup persekutuan Kristen dunia tunduk pada perintah, kebijakan, proyek dan ketetapan yang diambil oleh Vatikan, sebagaimana mereka juga punya paspor sendiri dan kekebalan diplomatik serta bertanggung jawab pada Paus. Untuk itu kerajaan ini dilengkapi dengan jaringan media informasi dengan memiliki lebih dari 200 koran harian, majalah pekanan dan bulanan, 154 stasiun berita dan 49 saluran TV.

Vatikan yang mengusung prinsip menyebarkan agama kepada semua penduduk bumi punya beberapa aliran. Pertama, aliran sekuler, "Malta Horse" (punya sejarah klasik yang terkenal sangat memusuhi eksistensi Khilafah Utsmaniyah dan Islam secara umum). Kedua, Opus Dei (Peranan Ketuhanan). Kelompok ini asal muasalnya dari Spanyol yang didirikan tidak lebih dari 66 tahun silam saja. Ketiga, aliran Dominican, tarekat ini dikenal sebagai kelompok aristokrat yang sangat dogmatis. Slogannya “Pope First”. Keempat, tarekat Franciscan dengan semboyan: "Christian First." Mereka tidak banyak konsen dengan persoalan gereja di Roma tapi lebih kepada agama Kristen di seluruh dunia. Kelompok ini yang lebih banyak "peduli" dengan kaum miskin dan papa. Mereka terdiri dari para Bishop dan pendeta yang mendedikasikan diri mereka buat penyebaran Kristen ke seluruh penjuru bumi. Kelima, aliran tarekat Jesuit yang menggabungkan aliran agresif seperti "Fransiscan" dan fanatik seperti "Dominican." Kelompok ini dianggap sebagai kelas intelektual di dunia Katholik secara umum. Kelompok Jesuit adalah aliran yang paling agresif melakukan Kristenisasi di dunia Islam.

Efektivitas Kristenisasi

Proyek untuk meng-Kristenkan seluruh penduduk bumi, bukanlah perkara mudah. Apalagi penduduk bumi sudah menganut ajaran tertentu, berkecukupan, pintar, damai dan tidak ada bencana. Vatikan tahu betul bahwa Kristenisasi hanya dapat sukses gemilang ketika rakyat dan penduduk bumi bodoh, miskin, terbelakang, hidup di tengah perang dan bencana. Karena dengan kondisi demikian Vatikan dapat menggerakkan jaringannya di seluruh dunia terutama Amerika dan Eropa untuk mengekspoitasi lembaga-lembaga internasional sebagai fasilitator aktivitas misionaris. Lembaga Swadaya Masyarakat atau NGO's (Non Government Organization’s), badan-badan PBB, International Red Cross, pasukan PBB dan bahkan CIA dan Mossad menjadi bagian dari gurita Kristenisasi global. "Establishing a direct link between missionaries, USAid, the CIA and other intelligence agencies like the NSA, is not a very difficult task. The question for the the black electorate, in the Western Hemisphere and Africa is how such a history impacts on the monopoly of thought that Christian Solidarity International has obtained over the issue of the Sudan, influencing members of the US Congress and the British parliament, as wel as White Conservatives and Black Civil Rights leaders?" (On the CIA and Christian Missionaries, 15/5/2001, http://finalcall.com) .

Tujuan bantuan yang diberikan oleh lembaga-lembaga di atas banyak terbukti di lapangan tidak menyelesaikan perderitaan manusia. Justru yang nampak ke permukaan adalah eksploitasi derita demi sebuah subordinasi dan ketergantungan. Untuk itu harus ada upaya kontinyu yang dapat melanggengkan derita penduduk bumi baik melalui lembaga IMF atau Bank Dunia yang kerap memberlakukan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat banyak. Pinjaman yang diberikan oleh IMF tidak lain hanya gerbang menuju "perbudakan" Dunia Ketiga dan Dunia Islam secara khusus.

Begitu juga dengan pelestarian perang yang terjadi di berbagai belahan bumi. Di Afrika saja dari tahun 1970-1998 tidak kurang dari 30 perang saudara yang memorakporandakan negara-negara di benua Afrika. Pada tahun 1997 saja tidak kurang dari 12 konflik bersenjata terjadi yang mengungsikan tidak kurang dari 8 juta jiwa. Menurut studi Lembaga Studi Perdamaian Internasional bahwa pada tahun 1999 telah terjadi 27 konflik berdarah di Dunia Ketiga. Begitu juga di tahun 1998 tidak kurang dari 25 konflik, 11 di Afrika, 9 di Asia, 3 di Timur Tengah, 2 di Amerika Latin dan 2 di Eropa (al-mujtama', no.1413, 15/8/2000).

Kalau ditelusuri lebih dalam ternyata kelompok yang melestarikan konflik dan derita manusia dengan cara penyeludupan senjata, mensuplai senjata kepada kelompok separatis, tidak lain adalah para industrialis senjata yang kebanyakan didominasi oleh para kapitalis Kristen-Zionis (George Thayer, the War Business, the international trade in armaments, Paladin 1970 dan Anthony Sampson, Bazar Senjata, PS, 1987). Konsen mereka adalah uang dan terus melestarikan derita orang banyak sehingga ada akses dan ruang luas bagi para penginjil yang berbaju aktivitas kemanusiaan.

Semuanya ditengarai tidak keluar dari bingkai koordinasi Vatikan dalam menebar Injil berbaju "kasih dan kedermawanan". Ini pula yang terjadi dalam konteks konfliks di Aceh, terutama keengganan pemerintahan Swedia dalam memejahijaukan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dapat dipandang sebagai upaya sistematis melanggengkan derita rakyat Aceh. Hingga tak pelak, jejaring Kristenisasi bahkan telah merekaya semua negara dan warga Islam di seluruh dunia.



NB : Mohon maaf kepada pembaca atas kekurangan pada blog atau artikel yang saya posting, keterbatasan atas pengetahuan, saya harapkan memotivasi kepada diri saya untuk terus memperbaiki segala sesuatunya, untuk itu kritik dan saran saya perlukan kepada pembaca atau siapapun yang mengunjungi blog saya.



Comments :

0 komentar to “Kehadiran PDS (Partai Damai Sejahtera)”

Posting Komentar